Investor Parameter

 |  HOME  |  NEWS UPDATE  |  ECONOMY ISSUE  |  MARKET HILIGHT  |  CORPORATE  |  REGULATION  |  INDUSTRY  |  COMMODITY  |  RESEARCH & ANALYSIS  |  EDITORIAL  |

Menopang Optimisme Indonesia

Realitas terpuruknya nilai tukar rupiah dalam beberapa hari terakhir menimbulkan beragam tanggapan. Kekhawatiran sudah pasti ada. Masyarakat seolah dipaksa untuk mengingat kembali peristiwa tahun 1998 tatkala rupiah terdepresiasi begitu dalam. Kalau ada pengalaman masa lalu yang tidak ingin diulangi kembali, pastilah semua orang akan menyebut krisis moneter tahun 1997/1998 itu.

Dalam kondisi yang mencemaskan ini, faktor eksternal kembali disebut-sebut.

Kekhawatiran mungkin saja bisa teredam untuk beberapa saat. Apalagi ketika kita menyaksikan pemerintah tampak biasa-biasa saja. Wapres JK pun menolak pendapat yang mengatakan bahwa realitas melemahnya rupiah terhadap dolar AS sebagai tren pelemahan rupiah itu. Bukan JK kalau tidak dapat memberikan tanggapan dan jawaban yang diplomatis.


Menurut JK, penurunan itu bukan tren pelemahan rupiah, melainkan penguatan dolar yang menyebabkan rupiah melemah. Dolar AS yang menguat tampaknya mendepak rupiah sehingga terlempar di titik yang makin rendah, begitu kira-kira pemahaman orang awam. Ironis, kebaikan bagi dolar, masalah bagi rupiah. Mengapa mesti begitu?

Pada kesempatan yang lain, Pemerintah juga melontarkan pernyataan yang cukup menghibur. Intinya ialah bahwa pelemahan rupiah justru dapat memberikan keuntungan bagi usaha-usaha yang berorientasi ekspor. Ini semacam blessing in disguise di balik pelemahan rupiah, sesuatu yang sebetulnya sudah sering kita dengar.

Tapi, pernahkah peluang ini dapat benar-benar dikonversi menjadi keuntungan oleh perekonomian kita? Dengan menurunnya nilai tukar rupiah, harga komoditas Indonesia di pasar ekspor akan lebih murah, dan oleh karena itu  memiliki daya saing yang lebih baik.

Itulah alasan mengapa pelemahan rupiah dipercaya dapat memberikan manfaat bagi pengusaha de­ngan orientasi ekspor. Presiden Jokowi sendiri meminta pengusaha memanfaatkan momentum ini. Singkat kata, maksud hati untuk meraih manfaat itu, Peme­rintah berjanji akan memberikan perhatian khusus kepada eksportir nasional. Kita tunggu hasilnya!

Satu hal yang sangat penting dipahami ialah bahwa diperlukan kebijakan berjangka panjang dan komprehensif untuk mengantisipasi dampak pe­nguatan dolar AS. Negara ini menjadi kunci kemajuan ekonomi global. Tatkala daya beli rakyat Amerika menurun, ribuan karyawan di negara yang jauhnya beribu-ribu mil dari daratan Amerika terkena imbasnya.

Tapi, begitu daya beli itu kembali pulih, hanya sedikit yang dapat memanfaatkan momentum itu secepat konsumen Amerika memenuhi dahaga konsumtif mereka. Sekarang, ekonomi Amerika mulai membaik. Tapi ironis, kita justru menjadi khawatir. Padahal, kalau saja kita memiliki strategi ekonomi yang komprehensif dan berjangka panjang, bahagianya Amerika mestinya menjadi bahagia kita juga.

Beruntunglah Pemerintah sebab rakyat masih dalam suasana menikmati optimisme, sehingga penaikan harga BBM bersubsidi, dan kelak tarif dasar listrik (TDL), belum memaksa mereka untuk memberikan reaksi berlebihan. Pun, sejauh ini, faktor-faktor eksternal masih dapat dijadikan alasan untuk berkelit.

Apalagi kondisi global secara ke­seluruhan diperkirakan masih belum menentu tahun depan. Ini juga faktor eksternal. Tapi, di sini, kita ingin ingatkan kepada Pemerintah bahwa pohon optimisme tampaknya mulai diterpa angin kencang. Bila terpaan itu dibiarkan berlama-lama dikhawatirkan pohonnya akan tumbang juga.

Maka, adalah sangat penting dan stra­tegis bagi Pemerintah dan seluruh otoritas terkait untuk mewaspadai realitas penurunan nilai mata uang rupiah kali ini. Rakyat membutuhkan jaminan bahwa Pemerintah dan segenap otoritasnya telah me­nyiapkan strategi yang jitu untuk mengatasi masalah. Faktor eksternal biarlah untuk Pemerintah saja. Adapun rakyat hanya berharap kehidupan mereka tidak semakin buruk. Itu saja.

businessnews.co.id

Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Trending Topic