Investor Parameter

 |  HOME  |  NEWS UPDATE  |  ECONOMY ISSUE  |  MARKET HILIGHT  |  CORPORATE  |  REGULATION  |  INDUSTRY  |  COMMODITY  |  RESEARCH & ANALYSIS  |  EDITORIAL  |

Petani Tebu Desak Kemendag: Industri Beli Gula Petani Tunda Impor

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) berharap Pemerintah dan industri makanan/minuman (mamin) bijak dan berpihak pada petani terkait ­dengan stok 400.000 ton yang menumpuk. Pengertian 'bijak', pemerintah dan industri tidak seharusnya mengambil jalan pintas dengan jor-joran impor raw sugar. ­

Kepada redaksi Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen mengatakan, "Mendingan 400.000 kilo gula (petani) dibeli, digiling jadi raw sugar. Kondisinya sudah baik. Kalau tetap tidak bisa (beli), kami minta pertanggung-jawaban Menteri Perdagangan," (17/12).

Stok gula petani sebagai bahan baku gula ­rafinasi. Sekarang ini waktu yang tepat bagi pemerintah dan industri beli gula petani. APTRI melihat industri cenderung ‘akal-akalan’ untuk menghindar pembelian gula petani. “Mereka tidak mau investasi buka pabrik gula, (tetapi) mau impor saja. Sampai sekarang stok gula kami belum ada kepastian, mau dikemanakan.”

APTRI juga akan pegang janji Kemendag (Kementerian Perdagangan) terhadap Fakta Integritas terhadap 'kebocoran' peredaran gula rafinasi di pasaran. Gula rafinasi yang seharusnya dimanfaatkan untuk industri, tetapi merembes untuk konsumsi rumah tangga di pasaran. Fakta Integritas berkonsekuensi pada pencabutan izin perusahaan distributor gula rafinasi tersebut. Karena selama ini, rembesan gula rafinasi untuk konsumsi merugikan industri pergulaan dalam negeri termasuk petani tebu.

Kebijakan pemerintah terkait dengan pemberian ijin impor gula rafinasi, dibarengi dengan syarat tertentu. Mereka (perusahaan distributor, industri) harus menanam tebu untuk kebutuhan bahan baku. Sehingga raw sugar tidak perlu impor lagi. 


"Dalam jangka waktu empat tahun, harus ada tanaman tebu. Tetapi syarat tersebut hanya angin lalu saja. 800.000 ribu ton dari (realisasi impor) 2,8 juta ton bocor ke pasar (konsumsi). Ini yang menyebabkan, bahan baku tidak dihemat, dan cepat-cepat untuk proses penggilingan. Lalu mereka jual ke pasar, dengan alasan sudah dapat ijin impor yang baru.”

Kemendag juga harus menetapkan angka pasti kebutuhan raw sugar. Selama ini kebutuhan dan serapan industri mamin hanya 1,8 juta ton per tahun. “Belum ada teriakan (industri mamin) kekurangan bahan baku. Tetapi pemerintah tetap berencana impor, Sejak era Gita Wiryawan (mantan menteri perdagangan), keluar realisasi impor. Era Lutfi (mantan menteri perdagangan) keluar lagi (izin impor) dan sampai sekarang,”

Ada lima pabrik gula yang sudah tutup. Kondisinya, penutupan pabrik terus bertambah kalau realisasi impor terjadi. APTRI mengaku bahwa sudah ada pengecekan di lapangan mengenai berapa kebutuhan industry mamin terhadap  bahan bakunya, raw sugar. “Kebutuhan industri mamin sampai 2,8 juta ton per tahun, tidak terbukti. Itu ‘hantu’ statement (pernyataan). Gula rafinasi beredar di pasar konsumsi. Ini bukti yang mudah, bahwa serapan (industri mamin) tidak sampai 2,8 juta ton.”

Pernyataan yang diibaratkan dengan ‘hantu’ juga semakin tidak jelas juntrungannya. Karena Pemerintah sudah berencana impor 600 ribu ton di tengah kondisi yang sangat tidak menguntungkan bagi petani. Kalau pemerintah konsisten dan berpihak pada petani, sebaiknya mengakui bahwa kebutuhan hanya 1,8 juta ton untuk industri mamin. “Tetapi kalau memang kurang, impor lagi. Koreksi dengan data yang benar.”

Kesalahan pemerintah, dalam hal ini Kemendag tidak mau mencabut Peraturan Menteri (Permen) mengenai pemasaran gula rafinasi. Permen tersebut jelas memperbolehkan peran distributor untuk peredaran gula rafinasi. Praktinya semua distributor sedari awal merembeskan gula tersebut ke pasar konsumsi. “Permen tersebut harus dicabut, (petani) bisa langsung jual ke pabrik. Itu selamat bagi kami.”

Gula yang tidak terserap pasar bukan milik pedagang, melainkan petani. Jumlah gula tersebut mencapai sekitar 400 ribu ton, dan statusnya ‘milik petani’. APTRI merasa perlu ada koreksi dari pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang keliru. Gula tersebut milik petani, dan belum ada yang akan membelinnya. Karena kalau ternyata pembelian berjalan, ada resiko gagal penyerapan pasar.


Pada 6 November 2014, APTRI mengaku sempat bertemu ­dengan Mendag Rahmat Gobel. Lalu pertemuan berlanjut dengan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman. Kedua menteri sepakat untuk beli gula dengan HPP (Harga Pokok Pembelian) yakni Rp8.500. “Tetapi tidak ada (realisasinya). Kami butuh, mau telpon, sms, tapi tidak dijawab. Di tengah kekecewaan,ada pernyataan mau impor 600 ribu ton. Mau apa gula kami yang tidak laku, tetapi mau impor juga.”

Selama ini ada 62 pabrik pengolahan, dimana 52 di antaranya milik BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Kalau impor terealisasi, gula petani akan semakin tidak jelas nasibnya. Karyawan yang bekerja di sektor perkebunan tebu rakyat mencapai ratusan ribu. Sementara PT PN (Perkebunan Nusantara) X (sepuluh) saja sudah mempekerjakan 25 ribu ­karyawan. Kalau pabrik gula berbasis tebu mati, petani juga mati. Karena kebijakan pemerintah yang mudah sekali untuk impor. “Belum (realisasi) impor saja, gula kita (petani) tidak laku.”

Fakta Integritas disepakati setelah APTRI temu dengan Sekjen Kemendag Gunaryo (17/12). Pada pertemuan tersebut, ada lima solusi ke depan untuk peningkatan kesejahteraan petani tebu. Salah satu dari lima solusi tersebut, yakni penetapan HPP dengan tegas. Impor juga harus ditunda sebelum masalah dengan petani selesai. Sementara kondisi kesejahteraan petani semakin terhimpit dengan inflasi. Harga kebutuhan terus meroket. Sebaliknya, gula petani mengalami deflasi.

Tahun 2013, harga gula turun. Lelang tertinggi Rp10 ribu, tapi harga turun. Tahun 2014, kondisinya semakin terpuruk. HPP sempat dinaikkan menjadi Rp8.500, menjadi yang terendah pada pelelangan gula. “Kalaupun (harga terendah pada lelang) dilepas, itu karena terpaksa. Bahkan ada yang buka harga Rp7.455, tertinggi Rp8.600, rendemen tetap tapi harga merosot.”
businessnews.co.id
Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Trending Topic